PDM Kabupaten Buru - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Buru
.: Home > Artikel

Homepage

Stigma Komunisme di Pulau Buru Mulai Terkikis

.: Home > Artikel > PDM
24 Mei 2016 23:46 WIB
Dibaca: 1194
Penulis : Admin

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Buru Andi Andong, Anggota DPRD Maluku Sugeng Hayati Koangit dan dosen Fakultas Hukum Universitas Iqra Buru Zulhair Nawan Souwakil dalam dialog kebangsaan di Pulau Buru. (foto file riz sangadji)

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Buru Andi Andong, Anggota DPRD Maluku Sugeng Hayati Koangit dan dosen Fakultas Hukum Universitas Iqra Buru Zulhair Nawan Souwakil dalam dialog kebangsaan di Pulau Buru. (foto file riz sangadji)

Laporan Riz Sangadji – Namlea

MALUKU ONLINE, 12 Februari 2014

Stigma bahwa Kabupaten Buru masih merupakan salah satu basis berkembang biaknya gen komunisme, sepertinya telah terkikis habis. Hal ini setidaknya terkuak pada kegiatan Dialog Kebangsaan yang dilakukan oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kabupaten Buru.

Kegiatan ini bertempat di aula penginapan Isnah, Kota Namlea, Senin 10 Februari 2014 mengangkat topik : “Memupuk Nasionalisme dan Menghapus Stigma Komunisme”.

Hadir sebagai narasumber yakni Andi Andong (Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Buru), Sugeng Hayati Koangit (Anggota DPRD Provinsi Maluku Fraksi PDIP) dan Zulhair Nawan Souwakil (Akademisi Fakultas Hukum Universitas Iqra Buru).

Kegiatan ini dihadiri sekitar 100 orang yang berasal dari organisasi intra kampus, OKP, NGO dan masyarakat.

Andi Andong mengatakan, saat ini jiwa nasionalisme warga bangsa tengah tergerus. Dalam situasi ini, dia yakini pendidikan karakter diperlukan sebab kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan kebangkitan dunia pendidikan yang di dalamnya melibatkan generasi muda dan pelajar. Oleh karena itu, dirinya berharap pendidikan dituntut mengambil peran dalam mengantisipasi semua kegiatan yang mulai melunturkan semangat nasionalisme di kalangan warga bangsa khususnya pemuda.

Jika pendidikan karakter berhasil dilakukan, Andi sebutkan, nasionalime anak bangsa akan kembali semakin kuat dan dapat membendung hal apapun yang berbau kekerasan bahkan ideologi seperti komunis akan terhapus dengan sendirinya.

Sugeng Hayati Koangit dalam paparannya menjelaskan, diskursus komunisme dan Kabupaten Buru ibarat dua sisi dari satu mata uang. Di Buru, komunis menemukan sejarahnya ketika pada masa Orde Baru, Pulau Buru dijadikan tempat pembuangan tahanan politik. Ketika bicara antara komunisme dan Pulau Buru, merupakan sesuatu yang terus relevan sebab siapapun tidak akan bisa melepas fakta sejarah yang pernah terjadi.

“Pada masa di bangku sekolah, saya merasakan diskrimanisasi negara karena dicap sebagai anak eks tahanan politik. Begitu sulitnya saya bersama teman-teman yang dianggap memiliki gen komunis, mendapatkan perlakuan tidak egaliter. Tidak seperti warga lain mendapatkan perlakuan yang adil,” ujar Sugeng.

“Kami bersyukur diskriminasi sudah tidak ada. Kami sudah setara sama seperti warga lain dalam hal pendidikan, berpolitik, sosial, beragama dan ekonomi. Dengan perlakuan adil itu, akhirnya generasi kedua sudah berhasil bekerja di ranah birokrasi, pengusaha, akademisi, guru dan politisi seperti saya,” papar Sugeng.

Hilangnya diskriminasi, katanya, berarti stigma Pulau Buru sebagai basis tapol atau komunis di Savana Jaya, Mako dan lain-lain sebagian besar sudah terkikis.

“Kami memiliki spirit nasionalisme untuk menjaga dan mengembangkan Indonesia. Spirit nasionalisme ini sama seperti warga lain yang peduli, cinta, setia dan mempunyai kesamaan kebudayaan serta senasib kepada NKRI tercinta,” paparnya lagi.

Zulhair Nawan Souwakil, menjelaskan nasionalisme, sebenarnya sudah ada. Hanya dari berbagai regulasi aturan yang dibuat oleh negara kemudian muncul gejolak. Karena bicara nasionalisme, bicara dalam tararan ideologi. Sedangkan komunisme pun merupakan ideologi. Hanya ketika mau dikembangkan, harus mempertimbangkan eksistensi, posisi dan regulasi yang berlaku.

“Pengalaman Ibu Sugeng Hayati Koangit soal diskrimasi, itu karena negara tidak memberi rasa adil dan setara seperti warga lain. Padahal, mereka berhak mendapatkan semua itu” tegas Souwakil

Karenanya, menurut Souwakil, stigma komunisme yang sering diidentikkan dengan Buru, sebenarnya mulai terkikis. Peristiwa itu dianggap sebagai sejarah kelam tapi kini masyarakat sudah menatap hari esok yang cerah dan bahagia.  Buktinya, warga eks tapol telah bersekolah, masuk dunia politik dan bekerja di ranah birokrasi dan pengusaha.

“Tetapi, itu bukan berarti proyek membangun jiwa nasionalisme telah selesai. Harus terus dilakukan. Bukan hanya kepada warga masyarakat Pulau Buru, tetapi kepada seluruh elemen bangsa,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Buru, Samsul Sampulawa dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini bertujuan sebagai media pencerahan dan pencerdasan untuk memperkokoh jiwa nasionalisme di setiap warga bangsa khususnya pada generasi muda. Dengan modal itu, dia yakin dapat membendung ideologi apapun yang hadir khususnya ideologi komunis. (Editor rudifofid@gmail.com)

 

sumber: http://malukuonline.co.id/2014/02/stigma-komunisme-di-buru-mulai-terkikis/


Tags: StigmaKomunisme , PulauBuru , MuhammadiyahKabupatenBuru , IPMKabupatenBuru
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : Berita PDM

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website